Kamis, 16 Oktober 2014

Rumah dan tangga

Well, saya adalah perempuan yang sudah menikah. Usia pernikahan saya alhamdulillah sudah 4 tahun. Masih panjang perjalanan, insya Allah. Jujur saja dalam perjalanan 4 tahun tersebut ada banyak suka dan duka. Karena hidup memang seperti itu, bukan? tawa tangis, suka duka, sedih bahagia, naik dan turun, semua itu pasti akan datang silih berganti, pasti. Namun bukan peristiwa-peristiwa itu titik tekannya, namun bagaimana menyikapi dan menghadapi segala peristiwa itu. Masih ingatkan dengan syukur dan sabar? Sia-sia dan berat rasanya jika kedua hal tersebut tidak menemani kita saat menghadapi berbagai peristiwa hidup. Syukur terhadap setiap nikmat yang didapat dan bersabar atas segala kesulitan yang sedang dihadapi. Benar-benar tak ada yang buruk pada kondisi seorang muslim, bersyukur dan bersabar.

Kembali lagi ke rumah tangga. Tak ada rumah tangga yang bebas dari ujian. harta, anak bahkan pasangan bisa menjadi wasilah datangnya ujian, meski juga wasilah kebahagiaan. Mengenai pasangan, dulu sebelum menikah saya membandingkan antara pasangan yang sedang dalam tahapan saling mengenal (pacaran) dan pasangan yang sudah menikah. Menurut saya adalah hal yang biasa bagi mereka yang pacaran (meski saya ga pacaran :)) lirak-lirik atau kadang ada pengkhianatan, sudah punya pasangan trus suka ke orang lain, dll. Dan menurut saya lagi, jika sudah menikah hal-hal seperti itu tidak akan ada, karena saat menikah kita telah menemukan "jodoh" kita. Tidak akan ada lirak-lirik, kalau godaan sih pasti ada tapi tetap, seorang yang telah menikah akan kembali ke suami atau ke istri. Namun ternyata saya salah. 

Ada banyak ketidaksetiaan yang saya jumpai. Bahkan yang tidak jauh dari saya, masih lingkup keluarga. Jeleknya hal-hal seperti itu berpengaruh pada saya. Ada banyak prasangka yang saya tuduhkan ke pasangan saya (Semoga Allah mengampuni). Selalu ada kekhawatiran saat pasangan saya intens berkomunikasi dengan lawan jenis, muridnya, teman kerjanya, atau teman-teman sekolahnya dulu. Saya jadi terkesan sangat posesif. Tapi sungguh, saya dibayang-bayangi hal yang membuat saya sangat khawatir dan membuat dada saya sesak. Kadang perut saya sampai kesakitan saat kekhawatiran-kekhawatiran tersebut muncul (stress memicu meningkatnya asam lambung). Dan yang pasti berpengaruh terhadap keharmonisan kami.

Karena saya lulusan psikologi saya sedikit menyadari kondisi saya ini. Bagaimanapun seluruh kekhawatiran yang saya miliki adalah gangguan psikologis. Mungkin bagian kecil dari Gangguan Kecemasan. Jika tidak segera saya atasi pasti akan memburuk. Saya pun mencoba introspeksi dan berfikir atas apa yang saya alami. Sungguh bukan hal yang mudah. Namun usaha tidak boleh berhenti. Saya pun mulai mengembalikan segala sesuatunya pada Yang Maha Menggenggam segala sesuatu. Dialah yang menguasai hati saya, hati suami saya. Doa terbaik untuk suami saya panjatkan padaNya. Semoga Allah menjaganya untuk terus tetap di jalanNya. Bagaimanapun harta, anak, suami, semua adalah titipanNya, amanahNya. Tugas saya hanyalah menjaga amanah tersebut dengan sebaik mungkin. Bukan tidak mungkin suatu saat yang menitipi akan mengambil titipanNya. Semoga jika saat itu tiba saya sudah bisa lebih bijak dalam menghadapi sesuatu.

Ada banyak wanita yang lebih dari saya. Lebih cantik, lebih pandai, lebih santun, lebih baik. Saat saya mengkhawatirkan mereka-mereka yang lebih itu saat berkomunikasi dengan suami saya maka saya akan tersiksa sendiri. Bersyukur dengan kondisi diri, selalu berusaha lebih baik, berdoa membentengi diri secara ruhani dengan ibadah wajib dan sunnah (karena prasangka adalah bagian dari godaan syetan), berprasangka baik denganNya dan dengan suami, semoga menjadi wasilah tenteramnya hati.Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar